KOBRA YANG TERSESAT
Tweet |
By Akbar Abrary
Hari ini di dalam otakku terdapatsebuah penglaman yang tak dapat di musnahkan ataupun diciptakan. Rasanyasebuah mimpi saja aku bisa hidup kembali di dunia ini, kadang-kadangaku dan teman -teman tertawa terbahak –bahak serayamenangis meringgis dalam hati karena terharu akibatulahku mungkin yang selalu mengiatnya dan menceritakannya kepada banyak orang.
Saat itu kamisadar bahwa kami tersesat dan jauh dari perkemahan ,disebelahkiri kami adalah sebuah jurang, untung saja saat itu matahari masihmemancarkan sinarnya, sehingga aku masih bisa melihatpemandangan yang indah ini, sehingga memungkinkanku untuk mencari jalan menujuperkemahan, akan tetapisaat jam satu siang.Tiba-tibakabut datang menyentuh pundak kami , kami seperti di kejar stunami, mata kamiseperti orang buta dalam cerita geriet dow.
Tak ada satu pun orang saat itukecuali kami, rasanya kami sepertiberada di planet lain yang tuhan ciptakan hari ini untuk kami,sesekalihanya terdengar kircauan burung di atas langit yangberterbangan dan suara air yang mengelebur seperti air terjun.dalam kepanikanitu aku ingin terbang, berterbangan sepeti burung -burungdiatas sana, lalu pergimenuju rumah dan tidur disana untuk satu hari penuh, walaupun tubuhkukotor dan bau tak sedap.
Di perjalanan kami tertawa gelisahketakutan, berteriakteriak, mengeluarkan setetes demi setetes air mata pada umumnya. keadaankabut yang menjadikan dunia di mata kami ini buram, air hujan yang membasahi sekujurtubuh kami, tanaman, pohon -pohonbesar, dedaunan, kebun teh , dan tanahyang kami injak ini, seperti ikutmenangis. Hanya musthofa dan azharmugkin yang masih bertahan membendung air matanya agak takmerembas ke pipinya yang penuh dengan lumpur. Air matanya hanya becek di dalamnya saja,lembab dan berkaca -kaca. Tapi taksedikit pun tumpah ,meskipun mereka berdua menanggung kesedihan.
Para DewanPasukan Qobilah (DPQ) atausebut saja panitia sebagai penyelengara acara penjelajahan ini tak satu punnampak, padahal merekalah satu satunya yang kami tunggu-tunggu. Terakhir kamimelihat mereka dipos ke dua-Pos barisberbaris, setelah itukami melewati pos ketiga, aku sebutsaja pos lumpur ,karena di sana kami harus merayap kira-kira sejauh tiga, empat , lima meter. Sehinggamembuat sepatu ,baju , celana danrambut kami basah penuh dengan lumpur-lumpur berbau aneh, setelah itusang ketua-azhar,diperintahkan untuk mengotori muka kami dengan lumpur, kemudiangiliran sang ketua yang kami beri lumpur. Kami merasa seperti di adu domba , itu jugaatas perintah para DPQ, karena jika tidak kami akan di bentak dengansejuta amarahnya yang sangat menggilakan.
Para DPQ itu berpakaian baju panjang bewarnahitam dengan desain tambahan baju tentara di bagian otot dan dibagian punggungbelakang , mereka semuatampak gagah pemberani apalagi ketikamembentak marah sepertiorang gila setengah gila. Tapi saat kami selamat dari jeratan kematian sampai diperkemahan mereka tampaksepeti anak bebek yang sedang menunduk dimarahi sang ayah di tengah lapangankarna soal kelompok kami yang tersesat dan belum ditemukan sampai jam empatsore, sehinggamembuat mereka gelisah, Tapi aku benar-benar Merasa bersalahmelihat para DPQ di marahi di depan peserta, di pus-ap dan ditampar dalam –dalam, sekali lagiaku katakan meski tak ada yang harus di salahkan tapi semua itu memang ulahkami,kelompokyang di beri nama”KOBRA."
mengingat namakobra aku teringatdengan iel-iel yang kami buat satu malam sebelum pergi dari sekolahke tempat perkemahan.
Para DPQ itu berpakaian baju panjang bewarnahitam dengan desain tambahan baju tentara di bagian otot dan dibagian punggungbelakang , mereka semuatampak gagah pemberani apalagi ketikamembentak marah sepertiorang gila setengah gila. Tapi saat kami selamat dari jeratan kematian sampai diperkemahan mereka tampaksepeti anak bebek yang sedang menunduk dimarahi sang ayah di tengah lapangankarna soal kelompok kami yang tersesat dan belum ditemukan sampai jam empatsore, sehinggamembuat mereka gelisah, Tapi aku benar-benar Merasa bersalahmelihat para DPQ di marahi di depan peserta, di pus-ap dan ditampar dalam –dalam, sekali lagiaku katakan meski tak ada yang harus di salahkan tapi semua itu memang ulahkami,kelompokyang di beri nama”KOBRA."
mengingat namakobra aku teringatdengan iel-iel yang kami buat satu malam sebelum pergi dari sekolahke tempat perkemahan.
Tapi tak akan kunyanyikan sekarang ! aku takut kalian akan terpesona. Dan minta di putar ulang..! hanyaperlu kau ingat! Sudah lima belas tahun lamanya aku hidup di dunia ini, belum pernahaku mendengar iel-iel yang membuatku terawang terpesona , pasti iel-iel yangmereka buat tak jauh dari nada hasil bajakan ,dari lagu-lagutanah airini, ataunada-nada yang selalu para seporter sepak bola pakaisewaktu mejadi seporter, bersorak-sorak mendukung tim kesayangannya. Tapi bila kalianmendengar iel-iel kami ini kalian akan minta tagih untuk di putar ulang iel-iel ini bedadari yang lain baik dari nada maupun kata-katanya.
Saat dalam puncak kepasrahan kira -kira jam tiga sore, kamisemua memiliki harapan -harapan seperti Farid ia hanya ingin kembali darikaki pegunungan untuk turun kebawah mencari rumahwarga, dan memintamenginap disana untuk malam ini saja,Azhar ia mengiinkan hal yang samadengan Farid, tapi disisi lainia ingin terus melanjutkan perjalanan karna ditakutkan rumah warga tak ditemukanpula, Ferizqokeinginannya dari jam sepuluhpagi, sepertinyatak di kabulkan oleh Tuhan, ia hanya inginbuang air besar, Mustofaseorang lelaki yang mepunyai tubuh paling tinggi dan kekar di antara kami, kini ia takberdaya karna derita yang ada pada kakikananya. Awalny ia selau berjalan paling depan di belakang sang ketua,tapi sekarang ia hanya bisaberjalan,ketika ada orang yangmenggandengnya.keinginannya- dudukdimana saja dan tidakmelanjutkan perjalanan, kami semua tak mendengarkan keinginannya,karna jikalangit ini menjadi hitam kami akan semakin melarat,persediyaanmakanan kami habis, sama halnya dengan air minum, dan yang palingmengerikan di malam nanti ,kami tak bisa kemana - mana , kami takpunya alat penerang seperti senter, dan satu lagi pria paling polos, Fanzul namaya’ sebenarnyaia memiliki banyak keinginan sepertiku, tapi ia lebihmemilih keinginan kesepakatan bersama,dan yang terakhir yaitu aku, seperti yangtadi aku bilang aku hany ingin terbang berterbangan di udara menuju rumah, walaupun itumustahil tapi itulah keinginanku, keinginan itu mirip dengan mimpi dan orang yangtak punya mimpi berartitak mempunyai tujuan hidup, dan kita hidup di duni ini hanyalah mimpi, setelah kitamati barulah kita dibangunkan dari tidur kita, untuk menjalanihidup yang nyata .
Penjelajahan itu di mulai , dari jamsetengah sembilan pagi, dan dari jam
sebelassiang saat udara panas yang di pancarkan sinar matahari yangmenyilaukan,memanggang tubuh kami seperti sate berbumbu cabe, saat itulahkami tersesat, berjalan taktentu arah, menaikipegunungan, melebardisekitarperkebunan teh, kemudian menginjkan kaki di sebuah kampung yang diinginkan Farid untuktinggal disana, dan menaiki daratan tinggi seperti layakya sebuahgunung berapi, lalu berdiamsejenak danberteriak teriak dan menyanyikan iel_iel, sehingga suaranya mampir ditelingaku kemudian keluar seperti membawa kotoran.
Semua tanda -tanda petunjuk jalan yang diajarkan paraDPQ, kira kiralima bulan berturut-turut, sebelum acara perkemahan ini, semua takberguna hanya menjadi petunjuk jalan pembawa kesesatan ,teman teman ku sekarangmungkin telah sampai di perkemahan, duduk dengan santai, beristirahatseraya melihat pemandangan yang tertutup dengan kabut, tertawa tawadan saling menukar pengalaman layaknya para pegosip sejati. Tetapi akudan teman-temanku yang lain benar-benar pasrah, air mata Azhar dan Musthofa taklagi bisa di bendung setetes -demi setetes air mata itu meloncat keluar melihatdunia yang tertutup dengan kabut, kedua kakiku sepertiakan patah dan bengkak, langitmenjadi gelap,kabut yang semakintebal, angin yang semakinmengelebur dan air hujan yang semakinderas, dan saat itupuncak dari segala kegelisahan, karna jika sampai malam nanti kita takbisamenemukan jalan menuju perkemahan, dengan terpaksa kami harus tinggal semalam, bersamaburung burung yang tidur di sarangnya, pakaian basah yang membuat kamimengerigil kedinginan,kelaparan , kehausan, dan tak enakbadan, apalagi harustidur di tanah penuh dengan lumpur bebatuan ini, dan satu lagihantu –hantu lucu dari indonesia mungkin akan datang menjumpai kami, dan suaraair hujan yang membuat sebuah nada mengerimis di telinga.
Saat kami, beristirahat sejenakseraya menunggu Farid membukasebungkus roti kecil, sebagia persediyaan kami yangterakhir, terdengarlahsuara adzan yang meredup -reduplayaknya sinyal yang mengalamiganguan ketika kitaberkomunikasi dengan handphone, mungkin itu adalah pengaruhangin yang takberaturan, kalaulah tidakada kabut kami akan mencari suara itu walaupun sampai ke negri tetangga, tapi karenakeadaan yang berbeda dan takmemungkinkan kami untuk mencari suara itu, akhirnya kami hanya menulusuri jalanyag ada di hadapan kami,tanpa peduli lumpur, yang membuatsepatuku seperti sepatu coklat yang di jual di toko kue.
Tiba -tiba tampaklah sosok empat orangperempuan tua memakai kerudung ,berjalan membawa sekarung rumput yang di simpan diatas punggungnya, maka janganheran jika mereka semua bongkok, seperti ayam yang sedang berjalanmenunduk mencari makan, yang membuataku terkesan kepada mereka yaitu semangat hidupnya,pergi daripagi untuk bekerja sebagai petanikebun teh, tanpaberalas kaki, kemudian pulang membawa sekarung rumput, untukbinatang peliharaan mereka, tapi aku benar-benar bahagia, bisa bertemudengan mereka, merekaseperti para malaikat yang akan menolong kami dari jeratan kepasrahan ini. Tak banyak yangkami tanyakan kami hanya menanyakan kemana jalan menuju sumadra tempatberkemah? mereka menjawab dengan jawaban yang tak menyakinkan, hanya sajadi pejalanan mereka melihat empat orang yanag bercelana samadengan kami ; celanahitam, merekabilang diperlukan waktu setengah jam untuk mencapai sumadra dari sini,mendengarkata-katanya seluruh tubuhku menjadi mekar seperti bunga mawar, kakiku yangbengkak menjadi segar, walaupun rasa sakit terus mengikutiku, Mustofa yang memiliki nasib palingburuk saat itu, begitukewalahan. Para DPQ tak satupun terlihat, kami kecewa..! untung sajakami masih ingat- dengan sebuah pohon yang penuhdengan sampah pohon-pohon yang di gergaji, kami ingat pohon ini memang dekat denganperkemahan, semakin lama kamiberjalan terdengarlah, teriakan -teriakan, penuh denganharapan, seperti parapedagang pasar yang sedang beradu mulut, kami membalas teriakan -teriakanmereka, jantungku sepertikeluar dari permukaan kulit, berdebar-debar- kamiseperti para artis yang di tunggu -tunggu para penggemarnya yang sempat kecewa,tapi sepertinyapara DPQ bukan pengemarkami , karna merekatak bisa bergerak sedikitpun, apalagi berteriak -teriak, kini merekaterjerat di tengah lapangan , seperti yang tadi kubilang, mereka semuasedang di sidang dan di beri sebuah jilatan tangan.
Suasana saat itu begitu kacau balau, danmeresahkan, seperti penduduk kampungyang sedang di landa bencana, tenda kami kebanjiran, maka aku danteman -teman ku, tak ada waktu utuk diam sejenak, di dalam tenda ataudimanapun, kecuali Musthofa ialangsung membaringkantubuhnya, menutupmatanya di tenda pengobatan, aku dan teman -teman, langsungmengagali-gali tanah dengan tangan, untuk membuat sanggahan agar air hujantak masuk ke dalam tenda,Tapi semuaitu tak membuatkan hasil, semua tenda ambruk di banjiri airhujan,barang-barangkami, makanan kami, semua basah, orang -orangsibuk mengambil barang-barangnya, kami di ungsikan di sebuah masjidkecil, padahaljumlah semua saat itu kurang lebih 150 orang dari pesertadan 68 orang dari panitia dan guru-guru.
Dan terakhir, inilah yang di sebut pengalaman berharga yang tak bisadi beli di pasaran, di Mol atau pun di jalananibu kota.
3 TAHUN KEMUDIAN
Posting Komentar