PESANTREN
Tweet |
Jawaban untuk pertanyaan itu, tentu saja SALAH!!
Heran dengan film-film sekarang yang mengangkat pesantren sebagai setting atau latar dari film itu. Misalnya dalam film Perempuan Berkalung Sorban garapan sutradara penghasil film fenomenal Ayat-Ayat Cinta, Hanung Bramantyo. Mengapa begitu naif dan berlebihan sisi dramanya jika mengangkat pesantren? Mengapa pesantren digambarkan sebagai tempat menyeramkan, yang mengukung kreativitas, membedakan hak laki-laki dan perempuan, tempat yang tidak membiarkan pendapat bisa diajukan dengan bebas? Dan, lagi-lagi, pasti film-film selalu menggambarkan pesantren yang kolot, kuno, tertutup dengan modernitas, jika wudlu "ngobok" bareng-bareng, tidur dan makan di tempat yang sama. ANEH!!
Pesantren dalam benak saya, dalam kenangan saya, adalah tempat di mana saya temukan diri saya. Saya belajar tidak hanya soal agama dan kemandirian, tapi saya belajar banyak tentang hidup. Saat masih di Pondok Pesantren Darul Arqam Garut selama 5tahun (masa2 SMP dan SMA saya habiskan di sana), di sanalah saya merasa menghabiskan masa2 remaja dengan waktu yang tidak pernah tersia-siakan. Saya tidak pernah merasa akan tertinggal dengan dunia luar, karena tak ada halangan dari pihak pondok untuk membaca berbagai buku (karena itu saya sangat tidak setuju ketika adegan bakar buku ditampilkan di pesantren oleh film perempuan berkalung sorban), berorganisasi, berkreativitas sesuai minat dan bakat masing-masing. Pelajaran umum pun sama sekali tidak pernah dikesampingkan oleh pihak pondok. Guru-guru terbaik di Garut dipanggil. Fisika, Kimia, Matematika, Biologi tidak kalah dengan anak2 SMA biasa. Bergaul dengan sastra pun bukanlah tindakan yang haram. Seni pun menjadi bagian dari acara pondok dan organisasi setiap 3 bulan sekali yang diberi nama "Lailatul Tashliyah" (Malam pentas Seni). Dalam membicarakan fiqh, ushul fiqh, hadits pun tidak menutup tanya jawab antara santri dan ustadz. Bahasa Inggris dan Bahasa Arab memiliki tempat yang sebanding. Santri putra dan putri memiliki hak dan kewajiban sama, baik sebagai santri di pondok ataupun dalam organisasi. AKhirnya, setelah 6 tahun, lalu masuk dalam dunia luar, kami bisa bergaul, bergabung, dengan masyarakat tanpa merasa minder ataupun terbelakang. Bahkan sebagian dari santri, bisa sekolah di berbagai PTN ternama di Indonesia. Atau sampai luar negeri.
Karena itu, saya heran dan bertanya-tanya, kok bisa ya menggambarkan pesantren sebagai sebuah tempat yang mengukung kekritisan dan kreativitas? Dari dulu sampai sekarang, pesantren bahkan jauh lebih demokratis. Jika sekolah umum biasa, hanya mentransfer ilmu. Maka pesantren berusaha untuk menanamkan ilmu.
aya temukan ilmu "problem solving" dengan sendirinya di pesantren. Mengenal diri, mengenal orang lain, mengenal lingkungan, dan bagaimana tanggapan atau respon kita pada hal di sekitar kita, itu pasti dimiliki oleh setiap santri.
Tak ada ustadz yang memaksakan kehendak. Saya mengenal Pak Misykun, Pak Tatas, Pak Agus, Pak Ahi, dan lain-lain sebagai guru yang bisa memancing rasa ingin tahu, membuat kami merasa nyaman di kelas, dan selalu memiliki antusiasme untuk belajar. Karena belajar dalam Islam tidak terbatas umur, tidak seperti dalam undang-undang negeri ini yang memiliki batas umur dalam belajar (salam takzim untuk mereka...). Saya mengenal bu hasanah, bu Afif, bu Ai, Bu Yuli, dan lain-lain sebagai perempuan-perempuan tangguh yang cerdas, tahu apa yang dikerjakan dan diinginkan yaitu menjadi bagian dari perjalanan kami sebagai generasi penerus Islam yang mudah2an bisa bermanfaat untuk semua.
Karena itu, sedih hati saya melihat film yang menggambarkan betapa menyedihkan dan menyiksanya keadaan di pesantren. Mungkin memang, zaman dulu bisa saja ada pesantren yang seperti itu, tapi untuk membakar buku seperti penguasa, pesantren manapun tidak pernah melakukan ini. Bukankah para penulis besar seperti Hamka pun lahir dari pesantren? Jika bisa tolong risetnya dimaksimalkan kembali. Tunjukkanlah wajah Islam yang damai dan menyenangkan secara keseluruhan.
foto hasil jepretan kawan. Foto di atas, asli Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut. Jalan Ciledug no 284 Garut. Berikan Komentarmu :)
1 comment
like this yoo..:)
Posting Komentar